Thursday, May 12, 2011

FIFA Digugat ke Badan Arbitrase

FIFA akan digugat melalui Badan Arbitrase Olahraga jika tidak bisa menjelaskan dasar hukum melarang George Toisutta dan Arifin Panigoro sesuai dengan statuta dan asas demokrasi. Patrick Mbaya, pengacara George-Arifin, sudah menyiapkan materi gugatan tersebut.
Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo pada Rabu (11/5) menjelaskan, Mbaya saat bertemu dengan dirinya di Geneva, Swiss, mengatakan sudah mengirimkan dua surat ke FIFA. Surat pertama mempertanyakan keputusan FIFA dalam surat 6 Mei tentang pelarangan Komite Banding Pemilihan memproses banding George-Arifin.
Surat kedua mempertanyakan keputusan FIFA tanggal 21 April tentang kewenangan Komite Normalisasi yang dinilai melanggar Pasal 7 Ayat 2 Statuta FIFA dan Pasal 22 (Kongres), Pasal 25 (Kewenangan Kongres), dan Pasal 28 (Pemilihan) Statuta PSSI.
Akibatnya, terjadi kekacauan menjelang kongres sebelum 21 Mei karena statuta FIFA dan PSSI tidak dihormati oleh FIFA serta Komite Normalisasi.
”Kami meminta Anda menjawab permintaan kami dalam waktu 12 jam. Jika jawaban yang kami terima negatif, kami akan melanjutkan masalah ini di depan pengadilan yang kompeten,” demikian penutup kedua surat yang dibuat Patrick Mbaya.
Kedua surat yang ditujukan kepada Presiden FIFA itu bertanggal 8 Mei 2011 dan dibuat di Brussels, Belgia.
Djoko Susilo menjelaskan, Mbaya juga menyatakan akan meminta Badan Arbitrase Olahraga (CAS) di Lausanne, Swiss, segera menyidangkan kasus gugatan tersebut jika jadi diajukan.
Mbaya dalam pertemuan itu mengatakan, tujuan utama gugatan dan somasi ini adalah membatalkan putusan FIFA yang bertentangan dengan peraturan FIFA. Jika putusan FIFA itu dibatalkan oleh pengadilan arbitrase, Indonesia bisa terhindar dari ancaman sanksi FIFA kalau Kongres PSSI nanti terus memilih George Toisutta dan Arifin Panigoro.
”Kita harus mencegah Indonesia dijatuhi sanksi FIFA, bagaimanapun caranya. Hal ini karena sanksi akan merugikan Indonesia,” tutur Djoko.
Menurut Patrick, Djoko melanjutkan, biasanya pengadilan arbitrase berjalan sekitar tiga bulan. Ia pernah menjadi anggota majelis pengadilan olahraga yang hanya ada satu-satunya di dunia itu. Yurisdiksi pengadilan ini dibawah Komite Olimpiade Internasional, yang merupakan badan olahraga dunia. Keputusan ini final dan mengikat. Ini berarti baik FIFA maupun lembaganya harus melaksanakan putusan pengadilan arbitrase tersebut.
Namun untuk kasus PSSI ini, Patrick sudah meminta pengadilan agar memprioritaskannya mengingat Kongres PSSI digelar pada 20 Mei.
Patrick optimistis peluang Indonesia lolos dari sanksi FIFA cukup besar. Dia sudah menyiapkan sejumlah materi untuk mematahkan FIFA. Salah satunya adalah sikap dan keputusan FIFA yang tidak konsisten dengan peraturannya sendiri.
Komite Banding
Komite Banding Pemilihan (KBP) PSSI pada Rabu siang menyepakati posisi sejumlah calon yang mengajukan memori banding. Akan tetapi, KBP belum bersedia menyatakan apakah posisi para calon tersebut ditolak atau diterima bandingnya.
”Kami belum bisa mengatakan apakah mereka ditolak atau diterima bandingnya. Yang pasti, kami sudah mencapai kesepakatan mengenai posisi sejumlah calon,” ujar Ketua KBP Ahmad Riyadh Ub di Sekretariat PSSI.
Calon yang posisinya sudah disepakati adalah dua calon independen, yakni P Sudono Waluyanto dan Sukimin.
”Posisi calon independen sudah kami sepakati. Yang mencalonkan mereka bukan anggota PSSI. Jadi, landasan hukum untuk itu tidak ada,” tutur Riyadh.
KBP juga sudah menyepakati posisi calon yang dinyatakan tidak lolos karena tidak ada data pendukung, yaitu Tonny Aprilliani, Kadir Halid, serta Hadiyandra.
Demikian juga dengan Diza Rasyid Ali yang tidak lolos karena pengusungnya adalah pengurus provinsi PSSI yang masih bermasalah. (ANG)

No comments:

Post a Comment