Tuesday, March 8, 2011

Prestasi Nurdin Halid

Belakangan ini nama Nurdin Halid (NH) sedang menjadi trending topic utama di Indonesia. Mulai dari pejabat hingga masyarakat kecil membicarakan tentang dirinya. Media massa baik cetak maupun elektronik menjadikan dirinya sebagai headline utama. Dalam situs jejaring sosial twitter rasanya juga terinfeksi demam NH. Yang unik bukan prestasinya yang sedang dibicarakan tapi hujatan dan makian yang terus mereka keluarkan untuk puang dari Makassar ini.

NH kini memang telah menjadi public enemy number one rakyat Indonesia, terutama teman – teman supporter sepakbola. Sudah sepekan belakangan ini, teman – teman dari berbagai kelompok supporter ngluruk (baca: datang) ke Jakarta guna mendemo NH agar menyerahkan tampuk kekuasaan ketua umum PSSI dan tak perlu lagi mencalonkan diri dalam periode kepengurusan PSSI 2011 – 2016. Mereka terus menerus meneriakkan “Revolusi PSSI”. Tak hanya di Jakarta, di berbagai daerah di seluruh nusantara massa berbondong – bondong menyerukan “Revolusi PSSI”. Tahu atau tidak duduk permasalahan utama dari kisruh PSSI ini, yang mereka mau jelas: PSSI harus direvolusi untuk mencapai prestasi sepakbola Indonesia. Sepakbola telah menjadi masalah bangsa, bukan lagi monopoli pecinta sepakbola.

Semuanya berawal dari permainan menghibur dan penuh semangat dari para punggawa Garuda dalam kejuaraan Piala AFF yang lalu saat kita menjadi tuan rumah di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Meski “hanya” menang dari negara sebesar Malaysia dan Laos yang memang bukan negara sepakbola, nyatanya dua pertandingan awal itu membuat semangat masyarakat tergugah. Sepakbola jadi hiburan utama, jalanan sepi saat pertandingan timnas digelar, Senayan selalu penuh sesak dengan lautan manusia yang ingin mendukung secara langsung 11 ksatria berbaju merah di lapangan yang dulu dibangun ketika era Soekarno. Walaupun kemudian kita gagal menjadi juara untuk pertama kalinya karena kalah dari Malaysia, timnas tetaplah merupakan pahlawan bagi negara ini, bangsa yang terus terpuruk dan tak memiliki kebanggaan yang bisa membuat mereka lupa dari sulitnya hidup ini. Para pemain langsung menjadi idola. Saya ingat betul ketika saya bertemu dengan sepupu saya yang masih kelas 1 SD, pernah dia dulu meminta kepada saya untuk dibelikan baju bergambar Upin dan Ipin, film impor dari Malaysia yang sedang digandrungi anak – anak Indonesia saat ini. Tapi, saya kaget ketika bertemu kembali dengannya beberapa waktu setelah AFF Cup selesai, dia memohon dengan sangat dibarengi mimik yang memelas kepada saya untuk membelikan baju dengan tulisan nama Gonzales di punggung lengkap dengan nomer 9 nya. Saya terperangah. Dia punya idola baru sekarang dan kali ini idolanya bukan sosok impor, melainkan seseorang yang berjuang dan mempertaruhkan dirinya demi Indonesia. Pemain keturunan Uruguay yang cinta pada ibu pertiwi. Ini hanya cerita kecil yang membuktikan bahwa rakyat kita cinta pada timnas dan sepakbola adalah yang bisa menjadikan mereka kembali merasa bangga menjadi Indonesia.

Ketika seseorang sudah jatuh cinta, dia akan berjuang untuk mempertahankan cintanya. Dan kini, apa yang terjadi pada NH adalah dia telah “merampas” apa yang dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia. Betapa tidak, sejak NH memimpin PSSI pada tahun 2003 menggantikan Agum Gumelar, timnas tak kunjung berprestasi, liga nasional amburadul, dan pembinaan pemain muda mandek. Sebenarnya sebelum NH memimpin juga prestasi timnas kita sudah memprihatinkan. Prestasi terbaik adalah ketika timnas meraih medali emas Sea Games 1991 di Manila. Setelahnya kita tak lagi memiliki timnas yang bisa jadi juara dalam kejuaraan bergengsi, paling banter hanya predikat “hampir” juara yang sering kita raih. Namun, yang menjadikan NH menjadi musuh terbesar dan sangat dibenci oleh insan sepakbola adalah kenyataan bahwa dirinya mantan terpidana korupsi, bahkan ketika dia sedang memimpin PSSI, dia dua kali menjalani hukuman penjara karena kasus pidana korupsi. Dan juga, dirinyalah yang membuat PSSI ini kental dengan kepentingan politik, bahkan dia berujar bahwa prestasi timnas dalam Piala AFF yang lalu adalah sumbangsih Golkar. Sesuatu yang tidak etis dan klaim sepihak yang tak berdasar. Selama kepengurusannya, liga dikuasai oleh mafia suap dan pengaturan skor, mulai dari divisi teratas di Liga Super Indonesia hingga liga amatir. Jika, harus dituliskan di sini mengenai dosa – dosa yang telah dibuat oleh NH, rasanya tidak akan bisa muat dalam artikel sederhana ini.

NH telah mengelola kepengurusan PSSI selama dua periode, jika sudah lama mungkin muncul pertanyaan, adakah prestasi yang telah ditorehkan oleh NH selama dia menjabat ? hmm, pertanyaan yang sulit. Tapi ya tidak berarti dia tak memiliki prestasi. Selama kepengurusannya timnas kita dua kali bisa lolos ke Piala Asia, 2004 dan 2007 lalu saat kita menjadi tuan rumah. Meski dalam Piala Asia 2011 lalu timnas kita gagal lolos ke Qatar. Runner-up Piala AFF 2010 lalu mungkin bisa dijadikan bukti dari sedikitnya prestasi NH selama ini. NH masih memiliki kesempatan untuk berprestasi jika dirinya mau. Tak ada kejuaraan besar dalam waktu dekat ini. Satu – satunya hal yang bisa menjadikan NH diingat oleh pecinta sepakbola Indonesia saat ini adalah jika dia dengan legowo mengundurkan diri dari jabatan ketum PSSI sekarang ini tanpa mencalonkan diri lagi untuk periode mendatang serta membujuk rekan – rekannya seperti Nirwan Bakrie, Nugraha Besoes, Andi Darussalam, dan lainnya yang telah lama mengabdi di PSSI tanpa prestasi itu untuk turut serta mundur dan menyerahkan untuk diurus oleh orang – orang baru yang segar dan punya kemampuan manajerial mumpuni untuk mengelola sepakbola Indonesia tanpa tendensi politik maupun kepentingan sesaat saja.

Jika hal ini bisa dia lakukan, saya sebagai pecinta sepakbola Indonesia dan mungkin teman – teman lain akan memberikan ucapan terimakasih kepada NH yang telah membuka pintu bagi kita untuk bisa melakukan reformasi dalam tubuh PSSI. Membenahi PSSI dari awal untuk menjadi organisasi yang lebih baik, lebih bersih, dan tentunya lebih berprestasi. Sepakbola adalah cinta masyarakat. Cinta yang bisa membuat mereka bahagia, terhibur, dan sejenak melupakan kerasnya hidup di negara berkembang yang tak kunjung maju serta penuh dengan praktek korupsi. Semoga sepakbola Indonesia bisa menjadi lebih baik. Semoga 

Oleh Sirajudin Hasbi.

No comments:

Post a Comment